Porsen Tumbuh Matoa (Pometia pinnata) Di KPHL RINJANI BARAT, NTB - investasi pohon

Blog investasi pohon - Blog yang menguraikan mengenai pohon/kayu dalam kerangka hutan rakyat dengan berbagai hal mulai dari investasi, produksi dan pemasaran serta kelembagaannya

Post Top Ad

Thursday, April 19, 2018

Porsen Tumbuh Matoa (Pometia pinnata) Di KPHL RINJANI BARAT, NTB

PENDAHULUAN
Matoa  (Pometia pinnata Forst) adalah satu jenis pohon yang tergolong kedalam family Sapindaceae. Matoa di Indonesia mempunyai nama lokal yang cukup beragam, diantaranya ; Hotobu (Toba), matoa (Papua), jagir/sapeh (Madura), Leungsir (Sunda), pakam (Batak Karo).
Matoa merupakan pohon penghasil buah yang dapat dikonsumsi, batang kayunya bermanfaat sebagai kayu pertukangan yang bernilai ekonomis. Tinggi pohon matoa dapat mencapai 40-50 meter dengan ukuran diameter batang mencapai 1 meter hingga 1.8 meter. Batang kayu pohon matoa termasuk keras tetapi mudah dikerjakan dan banyak dimanfaatkan sebagai papan, bahan lantai, bahan bangunan, perabot rumah tangga, karena tampilan kayunya yang cukup indah. Selain sebagai tanaman pangan dan kayu pertukangan, beberapa bagian matoa memiliki sifat obat diantaranya ekstrak daun sebagai anti Hiv (srede et all. 2013) 
Matoa tumbuh secara umum pada ketinggian 900 - 1700 m dpl, topografi datar atau miring, meskipun dapat pula tumbuh di dataran rendah. Pohon matoa berbunga bulan Juli - Agustus dan berbuah pada bulan November - Februari. (Anonim. 2002)
Secara umum orang mengenal matoa merupakan tanaman khas dari Papua, tetapi dalam perkembangnganya pada saat ini matoa sudah berkembang di beberapa daerah. Matoa sudah mulai ditemukan di Pulau Maluku, Sulawesi, Kalimantan dan di Jawa meskipun belum dalam sekala budidaya yang cukup luas. Buah matoa yang dijumpai di Jawa atau tempat-tempat lain, pada umumnya tidak dijadikan sebagai hasil budidaya utama, melainkan sekedar hasil sampingan dari tanaman hias yang tumbuh di halaman-halaman  atau bahkan sebagai tumbuhan liar. Banyaknya matoa tumbuh di beberapa daerah mengindikasikan bahwa tanaman ini dapat hidup dan beradaptasi di daerah lain karena tanaman ini mudah diperbanyak dan dapat dikembangbiakkan melalui biji, dan cara lain seperti cangkok serta okulasi. Oleh karena itu penelitian ini ingin mengetahui porsen tumbuh matoa yang dikembangkan melalui biji di KPHL Rinjani Barat Resort KPH Malinting.



METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian porsen tumbuh tanaman matoa di laksanakan di KPHL Rinjani Barat Resort KPH Malinting. Penelitian ini dilaksanakan pada Plot penelitian seluas 1,5 ha yang dilaksanakan pada bulan Mei tahun 2016 dan Maret tahun  2017.

B. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan penelitian berupa bibit tanaman matoa yang diambil dari  persemaian disekitar lokasi penelitian yang dikembangkan dari biji yang diperoleh di wilayah NTB. Pada saat kegiatan penanaman setiap lubang tanam diberikan pupuk organik sebagai pupuk dasar yang ditabur sebelum dilaksanakan penanaman. Dosis pupuk yang digunakan sebanyak 3 kg/lubang tanam.
Alat – Alat penelitian yang digunakan diantaranya yaitu;  kalifer digital yang digunakan untuk mengukur diameter tanaman, meteran dipergunakan untuk mengukur tinggi pohon dan alat tulis

C. Metode  Penelitian
Penelitian porsen tumbuh tanaman matoa dilaksanakan pada Plot penelitian yang  dibangun sebanyak 24 plot dengan luas setiap plot 625 m2 (25 x 25 m) di KPHL Rinjani Barat.  Jarak tanam matoa 5 x 5 m dengan tata letak tanaman matoa pada setiap plot sebagaimana gambar 1. Penanaman matoa dilakukan diantara tegakan hutan dan semak belukar.

1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilaksanakan sebanyak 3 kali yaitu pada saat kegiatan penanaman pada bulan Mei 2016, November 2016  dan Maret 2017. Data yang dikumpulkan yaitu, jumlah tanaman mati.
2. Analisa Data
Kegiatan analisa data yang dilakukan yaitu;
Porsentase tumbuh tanaman
Porsentase tumbuh tanaman dihitung dengan cara membandingkan antara jumlah tanaman yang hidup dengan jumlah tanaman yang di tanam.


HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian
KPHL Rinjani Barat berada di Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat yang berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 785/Menhut-II/2009 mempunyai luas wilayah kerja +- 40.983 hektar. Wilayah kerja tersebut terdiri dari hutan lindung +- 28.911 hektar, hutan produksi produksi terbatas seluas 6.977 hektar dan hutan produksi seluas 5.075 hektar. Lokasi penelitian seluas 1,5 ha dibangun pada wilayah hutan lindung dibawah pengelolaan Resort KPH Meninting. Kondisi lokasi penelitian merupakan hutan sekunder dan semak belukar yang sudah dikelola oleh masyakarat dengan memanfaatkan hasil hutan bukan kayu.
Lokasi penelitian secara administrasi berada di Desa Pusuk Lestari Kecamatan Batu Layar Kab. Lombok Barat. 
Lokasi penelitian berdasarkan klasifikasi iklim tipe Scmidt dan Ferguson mempunyai iklim agak basah dengan variasi basah sampai sedang dengan curah hujan > 2.500 mm dan rerata surplus air hujan yang cukup banyak. Berdasarkan ketinggian tempat berada pada ketinggian + 400 m dpl (330 – 411 m dpl) dengan kemiringan kelerengan curam (30-40%) sampai dengan sangat curam (>40%). Jenis tanah dilokasi penelitian didominasi jenis tanah komplek litosol dan mediteran coklat kemerahan dengan didominasi tekstur tanah berpasir. PH tanah secara umum agak masam baik pada kedalaman 0-20 cm maupun kedalaman 20-49 cm (Devy  PK dkk.  2015).
Kondisi vegetasi pada lokasi penelitian mempunyai tingkat kerapatan dan jenis tanaman yang berbeda antar plot penanaman. Hasil penelitian menunjukan sebanyak 75 jenis tumbuhan berhabitus pohon dijumpai di HL Rinjani Barat Blok Pusuk yang tersebar di hutan alam sekunder sebanyak 68 jenis dan 31 jenis di hutan sekunder pasca reboisasi dengan tanaman asli yang mendominasi adalah Gowa (Ficus variegate), Kumbi (Tabernaemontana macrocarpa, Badung (Garcinia parvifolia) dan secara umum berdasarkan tutupan lahannya mempunyai tingkat kerapatan pohon yang tinggi namun representasi jenis asli masih kurang (Wuri Handayani dan Aji Winara. 2017)

B.  Porsen Tumbuh Tanaman
Kegiatan penanaman matoa yang dilaksanakan pada plot penelitian di Resort Malinting KPHL Rinjani Barat merupakan pemilihan jenis tanaman buah buahan dalam konsep kerangka agroforestry di Hutan lindung. Pemilihan matoa dilaksanakan atas dasar pertimbangan prinsip prinsip pengelolaan hutan lindung  salah satunya yaitu pemanfaatan hasil hutan kayu dan bukan kayu (Pasal 17 PP Nomor 6 Tahun 2007). Matoa sebagai tanaman penghasil buah buahan diharapkan dengan harga yang cukup mahal (setengah kilo harga Rp. 30.000) masyarakat bisa memperoleh hasil dari hutan tanpa menebang/merusak tegakan hutannya. Pemanfaatan matoa dalam pola agroforestry dilakukan pula oleh msyarakat di Papua nugini yang dikombinasikan dengan pohon sukun dan tanaman bawah yaitu pisang, gembili, talas dan tebu (Allen. 1985).
Kegiatan pengukuran yang dilaksanakan pada bulan November 2016, jumlah tanaman matoa yang hidup disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Inventarisasi Tanaman
No Nomer Plot Jumlah Penanaman
                                                          (Mei 2016) Tanaman Hidup
(Nopember 2016) Porsen
Tumbuah
(%) Tanaman Hidup
(Maret 2017) Porsen
Tumbuah
(%)
1 1.1 36 33  91,67 26 72,22
2 1.2 36 21 58,33 16 44,44
3 1.3 36 32 88,89 25 69,44
4 1.4 36 28 77,78 24 66,67
5 1.5 36 26 72,22 20 55,56
6 1.6 36 27 75,00 19 52,78
7 2.1 36 26 72,22 27 75,00
8 2.2 36 23 63,89 20 55,56
9 2.3 36 30 83,33 30 83,33
10 2.4 36 30 83,33 32 88,89
11 2.5 36 31 86,11 30 83,33
12 2.6 36 29 80,56 27 75,00
13 2.7 36 33 91,67 28 77,78
14 2.8 36 34 94,44 28 77,78
15 2.9 36 27 75,00 26 72,22
16 2.10 36 29 80,56 30 83,33
17 2.11 36 28 77,78 22 61,11
18 2.13 36 23 63,89 22 61,11
19 3.1 36 36 100 26 72,22
20 3.2 36 31 86,11 32 88,89
21 3.3 36 30 83,33 29 80,56
22 3.4 36 25 69,44 28 77,78
23 3.5 36 23 63,89 17 47,22
24 3.6 36 24 66,67 19 52,78
JUMLAH 864 679 1.886,11 603 1.675,00
Rata-Rata 78,59 69,79

Tabel 1 menunjukkan bahwa pengukuran pada bulan November jumlah tanaman yang hidup sebanyak 679 pohon dari 864 matoa yang di tanam sehingga rata-rata porsen hidup tanaman matoa 78,59%. Pencapaian porsen tumbuh 78,59% dapat dikatagorikan berhasil berdasarkan standar Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Hasil pekerjaan kegiatan penanaman RHL dapat diterima dengan ketentuan porsentase tumbuh tanaman saat penilaian dan penyerahan pekerjaan penanaman (PO) paling sedikit 70 % (Pasal 44 Permen LHK Nomor P.39/Menlhk/Setjen/Kum.1/4/20160. 
Sementara itu hasil pengukuran pada bulan Maret 2017 menunjukkan porsen hidup matoa mengalami penurunan, jika dibandingkan dengan porsentase tumbuh pada bulan November 2017 yaitu menjadi 69,79%. Beberapa faktor yang menyebabkan kematian pohon matoa diantaranya; persaingan dengan tegakan pohon lain, gangguan hama monyet dan pencurian;
1. Ruang tumbuh
Plot penelitian sebanyak 24 plot itu mempunyai kerapatan pohon yang berbeda. Ada beberapa plot yang cukup rapat baik dari segi penutupan tajuk, kerapatan tegakan dan kerapatan akar. Pada plot yang mempunyai tingkat kerapatan akar yang sangat padat ditengarai banyak matoa yang mati. Pada tingkat anakan tanaman yang sangat rapat juga ditemukan banyak tanaman matoa yang mati.
2. Serangan monyet 
Ditemukan beberapa pohon yang mati karena dicabut oleh monyet. Serangan hama monyet terdapat hanya di dua plot.

Dari hasil pengamatan di lapangan pada plot yang relatif terbuka baik dari penutupan tajuk dan kerapatan akarnya  mempunyai tingkat porsen tumbuh yang tinggi jika dibandingkan dengan yang lain.


PENUTUP
Porsen tumbuh matoa di KPHL Rinjani Barat tersebut dapat dijadikan sebagai gambaran untuk memperkuat bahwa matoa dapat dikembangkan di daerah lain diluar habitat aslinya di Papua, karena matoa sebagai tanaman penghasil buah sangat prospektif untuk ditanam dengan ditunjang harga jualnya yang tinggi.



TINJAUAN PUSTAKA
Anonim. 2012. Matoa (Pometia Pinnata) buah dengan aroma nano-nano (rambutan, lengkeng, durian). https://www.facebook.com/notes/feddy-djoko-roeseno/matoa-pometia-pinnata-buah-dengan-aroma-nano-nano-rambutan-lengkeng-durian/10150473269281353/, diakses, tgl. 8 Mei 2017

Handayani wuri dan Aji Winara. 2017. Keragaman Jenis Pohon Hutan Sekunder di Hutan Lindung Rinjani Barat. Prosiding Seminar Nasional Biodiversitas. Universitas Surakarta. Surakarta.

Hengky L. Wambrauw, S.Pd,. M.Si. 2018. MATOA (Pometia Pinnata) dari Sudut Pandang HISTORIS-TAKSONOMI. http://mediapapua.com/news/read/index/14/904/matoa-pometia-pinnata-dari-sudut-pandang-historis-taksonomi, diakses tgl. 8 Mei 2017

Kuswantoro Priambodo D., Wuri Handayani, Tri Silistyati, Dewi Maharani dan Suyarno. 2015. Laporan Hasil Penelitian Potensi Pengembangan HHBK Jenis Ketak dengan Pola Agroforestry untuk Mendukung Kawasan Lindung di KPHL Rinjani Barat. Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Agroforestry. Ciamis

Post Top Ad

Your Ad Spot