PERAN PESANTREN DALAM KEGIATAN PENGHIJAUAN LINGKUNGAN - investasi pohon

Blog investasi pohon - Blog yang menguraikan mengenai pohon/kayu dalam kerangka hutan rakyat dengan berbagai hal mulai dari investasi, produksi dan pemasaran serta kelembagaannya

Post Top Ad

Thursday, August 31, 2017

PERAN PESANTREN DALAM KEGIATAN PENGHIJAUAN LINGKUNGAN

Kegiatan penelitian yang dilaksanakan pada 2 (dua) desa sampel keberadaan kelompok taninya tidak bisa dipisahkan dengan kontribusi Pondok Pesantren. Kelompok tani di Desa Majasari terbentuk dan dibina oleh Pondok Pesantren Al Wasilah Garut sedangkan di Desa Cilolohan merupakan binaan kemitraan antara Pondok Pesantren Cintawana, PT BKL dan Lembaga Desa sendiri.

1.    Pondok Pesantren Al Wasilah
Latar belakang
Pondok pesantren Al Wasilah dipimpin oleh KH. Thonthowi Djauhari Musaddad menganggap bahwa masalah lingkungan adalah masalah agama karena berbagai dasar yaitu :
-    kerusakan hutan dan lingkungan selama ini adalah ulah manusia yang tidak bermoral (moral adalah masalah agama)
-    Dalam agama perintah melestarikan lingkungan hukumnya adalah wajib.
   Sebagai analoginya sbb;

-    Norma-norma agama banyak hal-hal yang memotifasi untuk melestarikan lingkungan.

Program dan Kegiatan yang Sudah Dilaksanakan
Pemikiran untuk menyelamatkan hutan dan lingkungan  diilhami dari rencana akan dilaksanakannya workshop pada tahun 1998 pada tingkat lokal sampai internasional didukung oleh dana dan peserta yang hadir dari JICA JEPANG dan Perwakilan dari LONDON.
Rumusan kegiatan yang akan dilaksanakan yaitu:
1.    Wacana penyelamatan lingkungan dan hutan dimuculkan dan menjadi tema dalam workshop.
2.    Hal-hal yang bersifat implementatif hasil dari pelaksanaan workshop harus menyediakan waktu khusus untuk kampanye lingkungan ke tingkat desa dan berhasil dilaksanakan dalam waktu 7 bulan pada tahun 2000.

Peran Pondok pesantren sangat potensial mendukung suksesnya tahapan kegiatan tersebut dalam hal kampanye berbentuk ceramah dan mobilisasi masa sampai ketingkat desa dengan Ormas NU sebagai payung hukumnya.

Pelaksanaan Kegiatan
Dalam pelaksanaan programnya kampanye penyelamatan lingkungan ke tingkat desa dilaksanakan dengan metode ceramah agama terlebih dahulu pada setiap pengajian bermaterikan wawasan dan penyelamatan lingkungan.
Metode ceramah digunakan sebagai cara merubah dan memberikan masukan cara berfikir bahwa penyelematan lingkungan itu merupakan bagian dari agama sehingga diharapkan muncul kesadaran yang tinggi untuk melaksanakan penanaman tanaman kayu.
Perubahan pola pikir tidak hanya dilaksanakan sebatas ceramah tetapi Pondok Pesantren membagikan biji-bijian tanaman kayu dan polybag kepada masyarakat secara gratis dan untuk mengkoordinir pelaksanaanya maka dibentuk kelompok-kelompok persemaian.
Kegitan kampanye penyelamatan lingkungan dengan metode ceramah, pembagian biji dan polybag serta pembentukan kelompok dilaksanakan selama 7 bulan yang berhasil membentuk 116 kelompok persemaian di 42 kecamatan binaan dan dalam waktu 1 tahun sudah menghasilkan 2 juta pohon siap tanam dengan jenis; mahoni, suren, rasamala, albasia dll. Mekanisme distribusi bibit dan manajemen pengelolaan kelompok diserahkan ke kelompok masing-masing dan bahkan ada yang sudah menjadi unit usaha bibit.
Keberhasilan persemaian dakam kurun waktu yang hanya 7 bulan mencapai 2 juta pohon, ada 3 (tiga) prinsip dasar yang digunakan Pesantren dalam mengkampanyekan persemaian yaitu; 
1. Asal kaharti (asal menguntungkan)
2. Asal karasa/kubuktus (ada buktinya)
3. Ka Artos (ada nilai rupiahnya)
Disamping 3 hal dasar tersebut keberhasilan persemaian juga ditunjang dengan adanya insentif yaitu sebesar Rp. 20,-/btg sampae ketinggian 20 cm dari pihak Pondok Pesantren. Hasil awal pencapaian 2 juta pohon merupakan hal yang maksimal mengingat keterbatasan pengetahuan teknis tentang budidaya tanaman kayu. Kelemahan dalam bidang teknis persemaian diatasi oleh Pihak Pesantren dengan membuat proposal ke Dinas kehutanan supaya diadakan job training khusus budidaya perbanyakan tanaman kayu.
Keberhasilan kegiatan persemaian sampai pada tingkat menjual bibit membawa dampak pada perubahan pola pikir ditingkat petani dengan munculnya kesadaran bahwa komoditi tanaman palawija yang hasilnya kurang bernilai maka lebih baik digunakan untuk lokasi persemaian yang lebih menghasilkan uang. Berbagai keberhasilan ini mendapat perhatian dari pihak pemerintah untuk ikut berpartisipasi menyukseskan program tersebut dengan membantu sarana dan prasarana berupa perlatan persemaian.
Kegiatan ceramah dan persemaian yang dilaksanakan hampir 1 tahun dan hasil yang maksimal di lapangan sejalan dengan MOU ditingkat pusat antara PBNU dengan Departemen Kehutanan berupa kegiatan GNKL. Kegiatan GNKL khusunya di Kabupaten Garut dilaksanakan dengan kepengurusan yang dipegang oleh para pengurus NU ditingkat kecamatan/desa menjadi pengurus kelompok yang didominasi oleh alumnus pesantren.

B. Pesantren Cintawana

Ponpes Cintawana memiliki perhatian terhadap hutan sejak milad (ulang tahun) ke 90 (berdiri tanggal 28 Februari 1917) dengan melakukan penanaman di Kecamatan Tanjung Jaya pada tanggal 28 Februari 2007 di lahan seluas 35 ha dan direncanakan akan dilakukan penanaman seluas 500 ha pada lahan milik dan lahan desa/pengangonan. 

Latar Belakang,
Keterlibatan pesantren dalam kegiatan kehutanan salah satunya disebabkan oleh banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat setelah bekerjasama dengan perusahaan dan atau dengan pemerintah sehingga diperlukan adanya pendamping. 

Pelaksanaan Kegiatan
Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir sudah direncanakan dan sebagaian sudah dilaksanakan kerjasama dalam bidang penghijauan/hutan rakyat diantaranya yaitu;
-    BPDAS dilaksanakan di 2 desa seluas 200 ha.
-    Pihak Swasta/BKL (Bina Kayu Lestari) dengan menggunakan sistem paket 500 ribuan. 
-    Dishut Kabupaten Tasikmalaya rencananya akan membuat persemaian.

a) Kemitraan dengan Swasta
Pondok pesantren dalam membangun jejaring kerja pelaksanaan penghijauan salah satunya dengan PT BKL. PT BKL adalah salah satu perusahaan swasta yang berkedudukan di Tasikmalaya yang bahan baku hanya khusus kayu sengon. Atas dasar kepentingan yang sama terhadap hutan rakyat maka dibentuklah kemitraan antara petani dengan BKL yang difasilitasi oleh pihak Pondok pesantren.
Hutan rakyat kemitraan dengan BKL (Bina Kayu Lestari) sudah berjalan selama 5 tahun dengan lahan seluas 35 ha dari rencana sekitar 500 ha yang dilaksanakan pada lahan milik desa/pengangonan dengan disertai surat perjanjian kerjasama. Dalam kerjasama tersebut terdapat perjanjian antara petani dan perusahaan, petani dengan pesantren, dan pesantren dengan pemerintah desa.
b). Kemitraan dengan Pemerintah
Kerjasama dengan BPDAS dilaksanakan pada lahan seluas 200 ha dibagi dalam satu kecamatan yang melibatkan masyarakat dan alumni pesantren serta pemerintah daerah setempat.
Model kerjasama yang sudah dilaksanakan yaitu dengen memberdayakan masyarakat untuk menanam kayu yang semula hanya ada singkong, kemudian ditanamkan pemahaman ke penggarap agar menanam kayu.  Rencana awal akan dibuat bibit sekitar 24 ribu namun hanya dikirim oleh BKL sebanyak 10 ribu bibit sehingga mengalami kekurangan bibit padahal seharusnya 500 batang/petani. Kegiatan penyulaman akan dilakukan oleh Dinas Kehutanan dengan jumlah minimal 100 ha.

Dalam kerjasama baik yang dilaksanakan dengan pihak swasta maupun dengan pihak pemerintah, kontribusi dan peran dari pondok sangat beragam. Hal yang diutamakan oleh pesantren dalam kerjasama ini adalah mencarikan pasar (penampung). Dalam kontek perjanjian pondok pesantren sebagai fasilitator dan penengah agar semua pihak tidak ada yang merasa dirugikan. Sistem perjanjian dibuat secara berkelompok dan dibuat bersama antara petani, pesantren dan pemerintah daerah.  Dalam hal ini pesantren hanya mencarikan dana-dana lain untuk dapat disalurkan pada petani dan juga melakukan fungsi kontrol terhadap kegiatan ini yang dilakukan selama 13 kali dalam satu bulan. Perjanjian yang dibuat menggunakan sistem kontrak antara desa dan kelompok dimana pada awalnya kontrak per bata Rp 40/ tahun namun pada tahun 2007 berubah menjadi Rp 100/bata/ tahun.  Untuk penanaman Albasia setelah umur 5 tahun baru boleh diambil dengan bagi hasil 30% (aparat desa 5%, kecamatan+BKL+pesantren 5%) dan 70% petani.  Untuk penanaman di lahan milik, pembagiannya 30% (BKL dan pesantren) dan 70% (petani).

Kelompok tani dibentuk oleh oleh pesantren, aparat desa dan pemerintah pusat yang ditentukan oleh letak lahan.  Jumlah anggota kelompok tani yang sudah terbentuk sebanyak 300 orang yang terbagi dalam lahan 35 ha Desa yang terlibat dalam dalam program saat ini adalah Desa Cilolohan, Cikeusal, dan Sukasenang.
Penentuan desa ditentukan berdasarkan kesiapan kelompok dan kesiapan lahannya misalnya adanya lahan kritis.  Selain itu di setiap desa tersebut terdapat alumni-alumni pesantren yang membantu kegiatan ini. 

Secara umum masyarakat membudidayakan tanaman kayu dengan sistem tumpangsari dengan komoditi tanaman palawija/semusim. Dalam pelaksanaannya petani seringkali menghadapi masalah pada keterbatasan modal oleh karena itu Pondok pesantren ingin memberdayakan BMT sebagai wadah untuk mengakomodir keterbatasan modal untuk komoditi palawija. BMT telah mengucurkan bantuan modal sebesar Rp 1 juta, benih, pupuk untuk pengolahan lahan, dan pemasaranya dikoordinasikan dengan BMT.  BMT sendiri berada di bawah Yayasan Cintawana.  Untuk pengembangan tanaman semusim/palawija, petani disyaratkan untuk menjadi anggota BMT untuk memudahkan pengawasan.

Pada tahun 1997 ada program penghijauan yang dilakukan oleh pontren dan hasilnya sangat menjanjikan meski demikian secara umum terdapat kegagalan yang lebih disebabkan oleh musim kemarau yang panjang.  Dalam program tersebut dilakukan penanaman kayu-kayu di lahan milik atau desa yang kritis.  Jenis yang baru ditanam adalah Albsia yang diperoleh dari bantuan instansi terkait dan sedang dicari jenis tanaman semusimnya.  Hutan rakyat memiliki nilai ekonomi yang cukup menjanjikan jika petani memenuhi kesepakatan mengenai umur panen kayu, sedangkan untuk kepentingan konservasi, hutan rakyat mempunyai manfaat untuk menjaga ketersediaan air. 

Kendala yang selama ini dihadapi oleh pesatren dalam menjalin kerjasama adalah kesulitan mencari instansi/perusahaan/mitra yang bisa diajak bekerjasama dan berpihak kepada masyarakat yang lebih mementingkan kepentingan sosial dibandingkan kepentingan keuntungan finansial semata. 

Desamping dalam membangunan hutan rakyat pondok pesantren juga merintis kegiatan berupa pelatihan khususnya persemaian yang dilakukan menggunakan narasumber dari  BKL dan Dishut.  Ponpes pernah membuat persemaian sebanyak 180.000 bibit. 
Dari segi dakwah baik untuk santri maupun petani ditanamkan materi bahwa kegiatan menanam merupakan ibadah. 

Post Top Ad

Your Ad Spot