POTENSI PENGEMBANGAN ILES-ILES DI JAWA BARAT - investasi pohon

Blog investasi pohon - Blog yang menguraikan mengenai pohon/kayu dalam kerangka hutan rakyat dengan berbagai hal mulai dari investasi, produksi dan pemasaran serta kelembagaannya

Post Top Ad

Tuesday, July 28, 2015

POTENSI PENGEMBANGAN ILES-ILES DI JAWA BARAT

            Sarat tumbuh iles-iles sebagaimana melihat keberhasilan penanaman porang di Jawa Timur dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif pemilihan jenis untuk mengisi tanaman bawah pada tegakan hutan, baik di hutan rakyat maupun di hutan jati. Secara umum berdasarkan survey ke beberapa wilayah di Jawa Barat tanaman dibawah tegakan tanaman kayu yang umum dibudidayakan antara lain; singkong, kapulaga, kacang tanah, ganyong, cabe, pedes, jahe, laja dan tales. Pada dasarnya tanaman bawah yang sudah dikembangkan tersebut juga telah memberikan manfaat yang besar, untuk itu iles-iles dapat dijadikan sebagai alternatif pilihan yang memperkaya jenis tanaman bawah yang dapat dikembangkan di Jawa Barat.
            Tanaman iles-iles di Jawa Barat berdasarkan penelusuran referensi dan survey ke beberapa lokasi belum didapatkan budidaya dalam skala yang luas, baik dibawah tegakan hutan rakyat maupun dibawah tegakan pada kawasan hutan tanaman melalui program PHBM. Budidaya iles-iles yang telah sukses dari segi ekonomi di Jawa Timur mungkin saja bisa diterapkan di Jawa Barat karena tanaman porang terdapat dimana-mana, baik hutan yang dikelola Perhutani maupun hutan rakyat, hanya belum dikenal dan dimanfaatkan secara baik dan benar (Romli, 2002). Lebih lanjut Romli, (2002) menyatakan bahwa porang alias iles-iles alias ileus mungkin akan menjadi primadona, bukan hanya di Desa Klangon, Kec. Saradan, Kab.Madiun, Jawa Timur tetapi juga di desa-desa hutan Jawa. Apalagi tanaman iles-iles menyediakan benih pembiakan sendiri. Berupa bubil atau matak yang tumbuh pada setiap tangkai daun. Pada saatnya jatuh sendiri ke tanah untuk menumbuhkan tanaman baru. Atau dipetik dan disemaikan oleh petani yang ingin memperbanyak tanaman iles-ilesnya. Iles-iles/porang sangat mungkin dikembangkan di Jawa Barat karena adanya berbagai faktor yang mendukung untuk pengembangan iles-iles.
1. Luas hutan rakyat
            Berdasarkan hasil wawancara terhadap petani pengumpul umbi iles-iles di Kab. Kuningan pada tahun 2009, diperoleh informasi bahwa porang dapat tumbuh dibawah tegakan dengan berbagai jenis tanaman. Untuk itu potensi hutan rakyat di Jawa Barat sangat mendukung terhadap pengembangan tanaman iles-iles, seperti ditunjukkan pada tabel 2 berikut ini.
Tabel  2; Luas Hutan Rakyat di Jawa Barat
No
Kabupaten
Luas HR
Th 2005
Luas HR
Th 2006
1.
Bogor
16.173,1
15.207,0
2.
Sukabumi
34.861,8
14.664,6
3.
Cianjur
15.747,4
163,9
4.
Karawang
257,0
3.149,0
5.
Bekasi
913,0
820,0
6.
Purwakarta
6.997,7
6.997,7
7.
Subang
8.065,0
10.885,0
8.
Bandung
13.018,0
17,258,0
9.
Garut
3.575,0
3.731,0
10.
Sumedang
14.338,7
14.338,1
11.
Majalengka
8.901,0
8.901,0
12.
Tasikmalaya
30.046,5
30.046,9
13.
Ciamis
28.945,5
23.806,4
14.
Cirebon
4.984,8
3.156,7
15.
Kuningan
15.446,9
15.446,9
16.
Indramayu
24.372,5
246,6
17.
Kota Tasikmalaya
2.439,6
2.4399,6
18.
Kota Banjar

1.773,2

Jumlah
229.083,5
185.547,6
Sumber : Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat, 2006
Data terakhir dari luasan hutan rakyat sebesar 185,547,63 ha dapat menghasilkan produksi kayu sebesar 1.336.006,30 m3, dengan jenis kayu utama sengon, mahoni dan  jati.. LMDH di Madiun dan Nganjuk telah melaksanakan ujicoba pengembangan tanaman porang pada berbagai jenis tanaman peneduh/pokok yang menghasilkan data bahwa iles-iles dapat tumbuh baik pada tanaman jati dan sonobrit dan untuk tegakan mahoni tanaman iles-iles tidak dapat tumbuh (gagal). Hutan rakyat dengan jenis tanaman utama mahoni tidak dapat dijadikan sebagai sasaran lokasi untuk pengembangan tanaman iles-iles, jelas bahwa porang potensial dikembanngkan di lahan hutan rakyat di Jawa Barat karena jenis tanaman utamanya cocok yaitu sengon dan jati.
2. Luas Hutan Produksi Perum Perhutani.
            Keberhasilan pengembangan iles-iles di Kab. Madiun dan Nganjuk tidak terlepas dari kontribusi Perum Perhutani. Tanaman iles-iles yang tumbuh di bawah tegakan Jati di KPH Nganjuk merupakan implementasi Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM), luasnya saat ini sekitar 750 hektar dan mulai dibudidayakan sejak 2003 (Anonim, 2007)
Wilayah Jawa Barat karena berdasarkan SK. Menhut No. 195/Kpts-II/2003 kawasan hutan di Jawa Barat seluas 816.603 ha terdiri dari; a) hutan konservasi 132.180 ha, b) hutan lindung 291.306 ha, c) hutan produksi 202.965 ha, dan d) hutan produksi terbatas 190.152 ha (Suherman, 2009). Kondisi hutan ini dapat dimanfaatkan untuk pengembagan porang dengan program PHBM, asalkan Perum Perhutani bersedia mengembangkan jenis ini.
3. Budidaya Iles-iles Mudah
            Berdasarkan hasil wawancara terhadap kelompok tani yang telah melaksanakan uji coba pengembangan iles-iles di Kab. Kuningan pada tahun 2009, menyatakan bahwa budidaya iles-iles sangat mudah dan tidak memerlukan pemeliharaan secara khusus ditambah lagi pengalaman bercocok tanam porang oleh LMDH Argomulyo menyatakan bahwa penanaman iles-iles sangatlah menguntungkan, biaya penanaman dan pemeliharaan mudah dan biaya relatif kecil, tanaman tidak manja dan dapat tumbuh pada lahan yang kurang subur. Setiap batang tanaman hanya dipanen sekali tetapi anakannya akan terus tumbuh melalui proses regenerasi yang mudah dan alami (Arifin, 2008).
Tanaman iles-iles bisa dipanen pada tahun kedua, setelah umbi berukuran 10-20 cm. Pemanenan dilakukan ketika iles-iles sudah melewati masa dorman (tidur) yang dicirikan dengan pohon tidak nampak, tapi jejak tanda menjadi pemandu petani dalam memaneniles-iles.
4. Prospek Pasar Terbuka
Sejak tahun 2006 permintaan umbi iles-iles/porang mulai berdatangan dari berbagai tempat termasuk dari PT Ambico yang telah lama berkecimpung dalam pengelolaan bahan makanan dari bahan iles-iles. Humas Perum Perhutani Unit II Jatim, (2010), menyatakan bahwa permintaan pasar luar negeri terhadap chips porang pada tahun 2007 ini sudah mencapai 104 ton. Permintaan saat ini baru dari perusahaan di Hongkong. Ekspor perdana baru 12 ton dan sisanya 12 ton lagi akan dikirim selanjutnya. Saat dipanen, porang yang berkadar air 20 persen ini dihargai Rp1.500- Rp1.900 per kg dengan harga Rp1.500 per kg, petani bisa mendulang penghasilan dari budidaya porang ini sebesar Rp12 juta per hektar karena setiap hektar mampu menghasilkan panenan sebesar 8 ton (Anonim, 2010)  
Setelah dirajang dan dijadikan keripik, iles-iles/porang yang memiliki rendemen 23-25 persen dihargai Rp15. 000 per kg di pasar lokal  dan dikirim dalam bentuk keripik ke PT Ambiko di Sidoarjo, Perusahaan tersebut sejauh ini juga memproses tepung porang untuk dijadikan makanan tahu dan mie yang kemudian diekspor ke Jepang. (Satirun, 2009 dalam Asep, 2010). Lebih lanjut Suparno, (2009) dalam Asep, (2010) pada tahun 2007,  harga keripik itu di pasar ekspor mencapai US$1,1 dolar per kg. Tahun 2008, tepatnya bulan Mei ketika LMDH berhasil mengirim 10 kontainer seberat 104 ton dari 210 ton keripik porang yang dipanen, harga ada pada kisaran US$1,5 per kg dengan kurs olar Rp. 9.500, maka harga per container sekitar Rp100 juta.

Kontribusi KPH Saradan kepada masyarakat petani hutan di Desa Klangon, tahun 2001  dari tanaman porang mencapai Rp 1,08 milyar, dari jagung Rp 1,216 milar, dan dari tanaman tambahan lainnya, antara lain kunir, jahe, kedawung, joho, temulawak, Rp 179 juta. Jumlah total Rp 2,4 milyar. Harga jual porang berbentuk irisan kering, langsung dari petani, Rp 800/kg. Dari tiap hektar, seorang petani anggota KTH, sekali panen pertiga bulan, mendapat Rp 6,4 juta. (Romli, 2002)

Post Top Ad

Your Ad Spot