Pengelolaan Hutan Rakyat Bersama Pesantren - investasi pohon

Blog investasi pohon - Blog yang menguraikan mengenai pohon/kayu dalam kerangka hutan rakyat dengan berbagai hal mulai dari investasi, produksi dan pemasaran serta kelembagaannya

Post Top Ad

Wednesday, September 13, 2017

Pengelolaan Hutan Rakyat Bersama Pesantren

Hutan rakyat sudah berkembang sejak lama di Indonesia, termasuk Jawa Barat.  Pengertian hutan rakyat menurut Undang-undang memang tidak bisa diterapkan di daerah Jawa terutama terkait dengan luasanya yang terbatas kurang dari 0,2 ha.  Kenyataan di lapangan ternyata petani sebagai pemilik hutan rakyat juga tidak begitu banyak tahu mengenai pengertian hutan rakyat. Dari 20 responden di Desa Kramatwangi 3 mengaku sama sekali tidak tahu pengertian hutan rakyat. Selebihnya juga memberikan batasan yang secukupnya, namun sebagian besar responden menyatakan bahwa hutan rakyat adalah penanaman tanaman kayu/tanaman kehutanan di lahan milik sendiri.  Hanya ada satu yang menyatakan bahwa hutan rakyat dapat juga dikembangkan di lahan sewa atau bukan milik sendiri. Menurut Awang (2003) dalam Wijayanto (2006) menyatakan ciri dari hutan rakyat adalah bahwa kegiatan penanaman pohon tersebut dilaksanakan di atas lahan milik rakyat.  Walaupun demikian kegiatan ini dapat juga dilaksanakan di atas lahan negara yang diperuntukan untuk kegiatan penanaman pohon dan manfaatnya untuk masyarakat.
Terkait dengan pengembangan hutan rakyat di Desa Kramatwangi yang dipelopori oleh pengurus dari Pesantren Al Wasilah. Keterlibatan respoden sebagian besar dimulai sejak dimulainya program ini yaitu pada tahun 2002 (5 tahun) dan sebagian lagi baru terlibat dalam pengembangan hutan rakyat 2 tahun yang lalu (2005) dan tidak terlibat dalam pembangunan persemaian dulu.  Jenis kegiatan yang diikuti diantaranya, penyuluhan dari Perum Perhutani, ceramah di pesantren, pembuatan persemaian, pembibitan di lahan hutan negara dan penanaman. Keterlibatan petani di desa ini dilatarbelakangi alasan yang beranekaragam ada yang memang sudah menyadari pentingnya menghijaukan hutan bagi kepentingan lingkungan dan masyarakat, karena ibadah, karena tertarik akan prospek ekonominya atau hanya karena ingin bisa mengolah lahan perhutani untuk tumpangsari atau bahkan hanya dijak, disruh dan ikut-ikutan petani yang lain. Namun apapun alasanya kontribusi setiap orang sangat penting bagi keberhasilan semua program.
 Dalam pengembangan persemaian tanaman kehutanan ini memang banyak yang dilibatkan, namun karena yang benar-benar dilibatkan hanya beberapa orang saja, sehingga banyak anggota masyarakat yang dilibatkan tidak mengetahui dengan pasti darimana bibit atau bantuan yang diperolehnya untuk pengembangan hutan rakyatnya. Tetapi beberapa responden mengetahui adanya benih untuk persemaian diantaranya adalah bantuan dari Pesantren Al Wasilah dan selebihnya adalah merupakan hasil swadaya masyarakat sendiri. 
Dibandingkan dengan kedua desa lainnya memang kemandirian masyarakat dalam membangun hutan rakyat meskipun baru dalam tahap persemaian lebih terlihat.  Kemandirian ini juga tidak terlepas dari manfaat yang dipeoleh dari persemaian masyarakat itu sendiri.  Responden mengaku, dengan adanya persemaian pada saat itu sangat berpengaruh terhadap kondisi keuangan keluarga. Tidak dapat dipungkiri persemaian yang pernah dikembangkan 2 tahun yang lalu tersebut telah mampu memberikan tambahan pendapatan bagi masyarakat yang terlibat.  Hasil yang diperoleh selain dapat memenuhi kebutuhan pokok keluarga juga dapat digunakan untuk kebutuhan lain  seperti memperbaiki rumah tinggal dan sebagainya.  
Meskipun kondisi ini tidak berlangsung lama, namun responden yakin pengembangan hutan rakyat dapat memberikan keuntungan baik jangka pendek maupun jangka panjang.  Dalam jangka pendek seperti telah diuraikan sebelumnya hutan rakyat dapat menambah pendapatan keluarga.  Dalam jangka panjang hutan rakyat yang dibangun juga diyakini selain akan menambah pendapatan keluarga dari penjualan tanaman kayunya juga akan memudahkan responden bila akan menbangun rumah tanpa harus membeli kayu. 
Dengan dikembangkannya hutan rakyat, masyarakat di desa ini merasakan manfaat hutan rakyat terhadap lingkungan seperti air, udara dan sebagainya.  Air merupakan komponen penting bagi keberlangsungan hidup dan kehidupan masyarakat desa yang mayoritas bertani selalu tersedia hingga kini bahkan di musim kemaraupun air tidak pernah kekurangan. Secara tidak langsung kesuburan tanahpun dapat terjaga karena keberadaan kayu dapat meningkatkan humus melalui serasahnya. Yang terakhir masyarakat tidak khawatir terjadi banyak erosi, karena keberadaaan tanaman kayu-kayuan yang seimbang dapat menahan terjadinya erosi.
Kesuksesan masyarakat Desa Kramatwangi dalam membangun persemaian untuk pembangunan hutan rakyat memang tidak berlangsung lama karena terkendala dengan pemasaran. Pada tahun 2007 hanya ada beberapa responden saja yang mengembangkan persemaian.  Namun masyarakat di desa ini puas dengan pengalaman dan masa sukses yang dialami. Tidak dipungkiri kesuksesan yang pernah ada tidak berjalan dengan sendirinya, peranan dari Pontren Al Wasilah terutama kyainya sangat mempengaruhi berjalannya kegiatan ini.  Namun sayangnya perhatian pemerintah baik pusat maupun daerah masih sangat kurang, kegiatan GRLK maupun Gerhan tidak mampu menghidupkan kembali kegiatan yang sudah berjalan tersebut.  Bibit dalam 2 kegiatan ini diberikan dari pemerintah yang belum jelas sumbernya dan mempunyai kualitas yang jelek.  Harapan masyarakat untuk memnfaatkan bibitnya bagi proyek ini juga tidak berjalan, padahal bila bibit yang ditanam dalam kegiatan dari masyarakat setempat, selain kualitasnya lebih terjamin dengan tingkat kerusakan bibit yang minimal juga bisa memberdayakan masyarakat setempat.
Pengembangan hutan rakyat yang dimotori oeh Pesantren Al Wasilah ini, terkait dengan kepedulian terhadap lingkungan terutama dari kyainya.  Meskipun demikian pengembangan persemaian atau hutan rakyat tersebut selanjutnya diserahkan kepada petani itu sendiri, belum sampai pada pemasaran.  Bahkan dalam memanfaatkan bantuan yang diberikan juga tidak ada aturan khusus. Melalui ceramah kyai hanya menekankan pentingnya menjaga lingkungan, pentingnya menanam pohon dan pentingnya kesadaran masyarakat terhadap lingkungan yang lebih pada himbauan dan dukungan moral saja.  Materi khusus mengenai lingkungan dalam pengajianpun tidak ada, namun sudah dikembangkan fiqh lingkungan yang penyampaianya tidak secara khusus tapi merupakan bagian dari setiap pengajian yang biasanya dilakukan rutin satu bulan sekali.  Diskusi lebih jauh mengenai hutan rakyat atau persemaian dilakukan antara petani pada saat pengajian tersebut. Namun demikian kebebasan dalam pengembangan hutan rakyat dan mengembangkan partisipasi masyarakat jusru menjadikan kegiatan ini dapat berjalan.  Kendala yang ada dalam pengembangan kegiatan ini juga lebih pada kendala yang datangnya dari luar seperti adanya bencana alam, pencurian dari masyarakat desa lain seperti bibit yang dicuri ketika baru ditaman dan kurangnya pengawasan. Selebihnya kendala yang dihadapi merupakan kendala yang dapat dikatakan klasik seperti lahan dan modal yang terbatas.
Program pengembangan hutan rakyat di Desa Majasari dilakukan pada tahun 2002, namun beberapa responden mengaku baru terlibat dan memperoleh bantuan bibit pada tahun 2004, 2005 bahkan ada yang baru terlibat dalam kegiatan tersebut pada tahun 2006.  Kegiatan yang dilakukan ketika terlibat dalam kegiatan ini adalah kegiatan penyuluhan, penerimaan dan penamaan bibit.  Alasan masyarakat mau mengembangkan hutan rakyat dan mau terlibat dalam program ini hampir sama yaitu ingin memanfaatkan bantuan yang ada, ingin memanfaatkan lahan yang masih kosong, supaya memiliki tabungan di masa datang, dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga, dan lebih jauh lagi ingin turut serta menjaga lingkungan dan mengurangi erosi.  
Seperti halnya di Desa Kramatwangi, masyarakat tidak mengerti banyak apa yang dimaksud dengan hutan rakyat, yang pasti dikembangkan di lahan milik sendiri, sehingga terkesan sangat sempit pemahamannya. Namun gambaran manfaatnya secara ekonomi maupun ekologi relatif dapat dipahami oleh masyarakat.  Menurut salah seorang responden, hutan rakyat secara ekonomi akan menjanjikan bila luas lahannya minimal 100 bata (0,14 ha) dan jenis yang ditanam selain cocok dengan kondisi lahan juga merupakan jenis komersial yang kelak dapat dijual dengan harga tinggi.  Namun kenyataannya petani jarang yang memiliki lahan lebih dari 0,1 ha.  Selain itu meskipun nilai yang akan diperoleh besar namun jangka waktunya panjang sehingga lebih cocok dijadikan sebagai tabungan saja, bukan untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari.  Secara ekologi masyarakat yakin bahwa bila kebun-kebun rakyat ditanami dengan kayu-kayuan erosi dan lonsor dapat dikurangi, selain itu akan memberikan pengaruh yang baik bagi ketersediaan air bersih dan menciptakan lingkungan yang sehat.
Sebagian besar responden menyatakan perhatian dari pemerintah terhadap kegiatan yang melibatkan Ormas ini hampir tidak ada.  Kalaupun ada program dari pemerintah terkait dengan penghijauan cenderung berjalan sendiri-sendiri.  Meskipun demikian kegiatan penyuluhan masih berjalan yang tentunya sedikit banyak mengarah pada pengembangan hutan rakyat, karena dari Ormas sendiri tidak pernah ada penyuluhan khusus yang terkait dengan pengembangan hutan rakyat.  Dari Ormas itu sendiri pelaksanaan pengembangan hutan rakyat memang belum terorganisasi dengan baik terutama administrasinya, namun tahun ini sudah dirintis paling tidak pembuatan data yang jelas mengenai kepemilikan lahan yang akan diberi bantuan dan dimana letak penanaman.  Dengan demikian meskipun tidak ada aturan khusus dalam pengembangan hutan rakyat, pengawasan keberlanjutan dari tanaman yang ditanam akan lebih mudah.  Petani tidak merasa keberatan dengan administrasi seperti ini yang penting hasil kayunya kelak tetap menjadi milik petani sepenuhnya. Yang menjadi kendala dalam pelaksanaan program penghijauan selama ini adalah bibit yang datang tidak pada waktu yang tepat, biasanya pada musim kemarau sehingga kayu yang ditanam selalu mati.  Ditambah lagi kadangkala ada pihak-pihak yang iseng membakar rumput yang kering di musim kemarau sehingga bibit yang baru di tanam ikut terbakar.  Masalah lainnya adalah lahan yang sempit dan modal yang terbatas.
Masyarakat di Desa Cilolohan belum terbiasa menanami lahan dengan tanaman keras.  Tanaman semusim seperti ubi kayu, pisang dan lainnya sudah menjadi tanaman yang biasa di tanam setiap tahu karena dianggap cepat mengahasilkan.  Sejak awal tahun 2007 masyarakat baru mulai menanami lahan sewa miliknya dengan tanaman albasia karena ada program pengembangan hutan rakyat dengan pihak swasta yakni BKL dan dengan melibatkan Pesantren Cintawana sebagai fasilitator.  
Kegiatan yang dilakukan belum banyak baru sebatas pembagian bibit dengan jumlah yang masih sedikit dan penanaman, selanjutnya masih menunggu sesuai dengan MoU yang sudah disepakati.  Beberapa responden mengaku belum memahami akan seperti apa kegiatan ini ke depannya, namun dengan keterlibatan kyai pada awal sosialisasi program ini membuat masyarakat yang diajak mengikuti program ini yakin akan manfaat yang akan diperolehnya ke depan. Memang tidak ada materi atau aturan khusus terkait dengan pengembangan hutan rakyat ini dari pesantren, namun dalam MoU yang sudah disepakati sudah jelas aturan dalam kemitraan ini termasuk bagi hasil kayunya kelak hingga ke pemasarannya.  Selebihnya alasan petani selain ikut-ikutan karena diajak oleh tokoh masyarakat setempat juga karena ingin memanfaatkan bantuan yang diberikan dan tentunya berharap ke depannya akan memperoleh tambahan pendapatan karena harga dan pasarnya dijamin seperti tertuang dalam MoU antara BKL, Pesantren Cintawana, Desa setempat dan Petani itu sendiri. Bibit yang diperoleh oleh petani diketahui oleh sebagian besar masyarakat berasal dari BKL, namun dari mana bibitnya didatangkan tidak banyak yang mengetahui bahkan ada yang sama sekali tidak mengetahui bibit tersebut sudah berada di desa.
Dibandingkan Desa Kramatwangi dan Desa Majasari, masyarakat yang terlibat dalam program pengembangan hutan rakyat di Desa Cilolohan sebagian besar masih belum paham seperti apa hutan rakyat, hanya 4 responden yang mampu memberikan batasan  bahwa hutan rakyat adalah hutan yang ditanam di lahan milik pribadi (lahan Milik).  Namun masyarakat dapat membayangkan gambaran mengenai nilai ekonomi dan ekologi dengan menanami lahan dengan tanaman kayu.  Tanaman kayu yang ditanam apalagi dikombinasikan dengan tanaman pertanian lainnya akan memberikan tambahan pendapatan bagi petani. Kayunya akan menjadi tabungan bagi kebutuhan yang besar di masa mendatang seperti untuk kebutuhan anak sekolah, hajatan atau untuk membangun rumah, bila kayunya benar-benar milik pribadi.  Manfaat ekologi sendiri meliputi menahan erosi dan longsor, membuat udara menjadi segar, tanah subur, dan sebagainya.  





Post Top Ad

Your Ad Spot