STUDI PERTUMBUHAN AWAL
JATI
PERHUTANI PLUS (JPP) PADA LAHAN MILIK
(Studi Kasus di Boyolali)
Pendahuluan
Pohon Jati (Tectona Grandis)
merupakan salah satu jenis kayu yang mempunyai banyak kelebihan sehingga
menjadi salah satu pohon unggulan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi.
Kelebihan kayu jati diantaranya mempunyai nilai dekoratif bagus, mempunyai
kelas awet I dan kelas kuat II dengan beras berat jenis 0,7 sehingga dapat
digunakan untuk konstruksi bangunan, meubel, lantai, papan dinding, bantalan,
tiang listrik dan telepon, perkapalan, ukiran/kerajinan tangan dan finir mewah
(Manual Kehutanan. 1992).
Namun demikian, kelebihan tersebut diperoleh dalam kurun waktu lama karena
jati daurnya 40 – 60 th, mengingat pertumbuhan dari tanaman jati relatif
lambat. Kondisi ini sering kali menjadi alasan kurangnya respon petani untuk
membudidayakannya pada lahan milik.
Karena nilai ekonominya yang tinggi mendorong banyak pihak baik swasta
maupun pemerintah untuk membuat terobosan guna memperoleh pohon jati dengan
daur yang pendek. Berbagai upaya tersebut sudah menghasilkan berbagai nama/istilah dagang dari pohon jati yaitu
jati emas, jati super dan salah satunya adalah Jati Perhutani Plus (JPP).
Jati Perhutani Plus adalah bibit jati yang dihasilkan secara vegetatif dari
biji kebun benih kloning (KBK) maupun vegetatif dengan teknologi kultur
jaringan yang dikenal dengan istilah kloning (Anonim. Bina Edisi September
2005).
Dalam perkembangannya JPP sudah dikenal dan dibudidayakan sejak tahun 1995 di wilayah Perum Perhutani Unit I
Jawa Tengah, Unit II Jawa Timur dan Unit III Jawa Barat dan Banten. Dalam skala
tanaman rakyat (luasan sempit) JPP sudah mulai mendapat respon dari petani
dengan dibudidayakannya pada lahan milik meskipun belum ada jaminan akan
pertumbuhan dan hasil akhir. Oleh karena itu studi ini mencoba memaparkan hasil
dari pertumbuhan JPP dalam skala tanaman rakyat.
Kondisi
Umum Lokasi Penelitian.
Kegiatan penelitian dilaksanakan di Desa Sempu Kecamatan Andong Kabupaten
Boyolali pada lahan milik dengan luas petak contoh 825 m2 . Lokasi
tanam terdapat pada kelerengan 3 – 10%, tinggi tempat 165 m dpl, curah hujan
2.165 mm/th (Profil Desa Sempu. 2005).
Metodologi
Sampel pohon diperoleh menggunakan sistematik sampling berselang 2 (dua)
dengan pohon pertama dipilih secara sengaja dari pinggir barisan tanaman.
Parameter yang diukur adalah diameter, tinggi dan volume dihitung dengan rumus
¼ ∏ x D2 x T (D
: Diameter, T : Tinggi)
Hasil dan Pembahasan
Studi dilaksanakan pada Jati Perhutani Plus yang dibudidayakan pada lahan
milik berumur 2 (dua) tahun dengan uraian sebagai berikut;
A. Bibit
Bibit berasal dari persemaian berumur 3 (tiga)
bulan dengan tinggi 20 – 30 cm.
B. Pola Tanam dan Pemeliharaan.
Penanaman jati dilaksanakan pada bulan Nopember
2003 dengan sistem tumpangsari. Pada tahun pertama dan kedua ditumpangsarikan
dengan komoditi yang relatif sama yaitu kacang tanah + jagung + singkong.
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan khusus untuk
tanaman jati hanya pada saat penanaman yaitu dengan pemupukan sebanyak 0,5
kg/batang (pupuk kandang). Kegiatan pemeliharaan tahun pertama dan kedua
dilaksanakan bersamaan dengan tanaman tumpangsarinya.
C. Hasil Pengukuran
Hasil pengukuran terhadap diameter dan tinggi dengan intensitas sampling
38% hasilnya sebagai berikut;
Tabel 1 ; Hasil
Pengukuran Diameter dan Tinggi
No
|
Keliling
(cm)
|
Diameter
(cm)
|
Tinggi
(m)
|
Volume
(m3)
|
No
|
Keliling
(cm)
|
Diameter
(cm)
|
Tinggi
(m)
|
Volume
(m3)
|
1.
|
8
|
2,55
|
3
|
0,0015
|
21.
|
17
|
5,41
|
6,2
|
0,0143
|
2.
|
11
|
3,50
|
4,5
|
0,0043
|
22.
|
12
|
3,82
|
4,5
|
0,0052
|
3.
|
16
|
5,10
|
5,5
|
0,0112
|
23.
|
15
|
4,78
|
5,5
|
0,0099
|
4.
|
12
|
3,82
|
4
|
0,0046
|
24.
|
7
|
2,23
|
5
|
0,0020
|
5.
|
12
|
3,82
|
4,5
|
0,0052
|
25.
|
19
|
6,05
|
7
|
0,0201
|
6.
|
8
|
2,55
|
2,5
|
0,0013
|
26.
|
17
|
5,41
|
6,3
|
0,0145
|
7.
|
12
|
3,82
|
4
|
0,0046
|
27.
|
10
|
3,18
|
3,5
|
0,0028
|
8.
|
15
|
4,78
|
5,5
|
0,0099
|
28.
|
9
|
2,87
|
3
|
0,0019
|
9.
|
12
|
3,82
|
4,3
|
0,0049
|
29.
|
17
|
5,41
|
5,5
|
0,0127
|
10.
|
15
|
4,78
|
6
|
0,0108
|
30.
|
17
|
5,41
|
6,3
|
0,0145
|
11.
|
16
|
5,10
|
6,2
|
0,0126
|
31.
|
12
|
3,82
|
4,5
|
0,0052
|
12.
|
18
|
5,73
|
5,7
|
0,0147
|
32.
|
15
|
4,78
|
6,2
|
0,0111
|
13.
|
9
|
2,87
|
3,5
|
0,0023
|
33.
|
12
|
3,82
|
4
|
0,0046
|
14.
|
10
|
3,18
|
3,5
|
0,0028
|
34.
|
8
|
2,55
|
3
|
0,0015
|
15.
|
18
|
5,73
|
6,2
|
0,0160
|
35.
|
10
|
3,18
|
3,5
|
0,0028
|
16.
|
20
|
6,37
|
6,3
|
0,0201
|
36.
|
15
|
4,78
|
5
|
0,0090
|
17.
|
16
|
5,10
|
4
|
0,0082
|
37.
|
14
|
4,46
|
5
|
0,0078
|
18.
|
18
|
5,73
|
6,5
|
0,0168
|
38.
|
6
|
1,91
|
2,5
|
0,0007
|
19.
|
17
|
5,41
|
6,2
|
0,0143
|
|||||
20.
|
16
|
5,10
|
6
|
0,0122
|
|||||
Jumlah
|
511
|
162,65
|
184,4
|
0,3186
|
|||||
Rata-rata
|
13,45
|
4,28
|
4,853
|
0,008
|
Dari hasil pengukuran sebagaimana disajikan dalam tabel 1, menunjukan bahwa
keliling terbesar 20 cm (diameter 6,37 cm) dan terkecil 6 cm (diameter 1,91 cm)
dengan ketinggian tertinggi 6,5 m dan terendah 2,5 m. Pencapaian diameter 6,37
cm dan tinggi 6,5 m didukung oleh kondisi biofisik yang cocok untuk Jati
Perhutani Plus yaitu curah hujan 1.200 – 2.500 mm/th, temperatur 19 – 360
C, ketinggian 0 – 700 m dpl pada berbagai jenis tanah dapat tumbuh asalkan
tidak tergenang air dengan PH 5 – 8 (Anonim, Bina Edisi September 2005)
Memperhatikan tabel 1, diperoleh hasil rata-rata diameter 4,28 cm dan
tinggi 4,85 m. Rata-rata pencapaian diameter dan tinggi untuk tanaman umur 2
tahun ada korelasinya dengan beberapa sifat unggul dari JPP dibandingkan dengan
bibit lainnya karena Jati Perhutani Plus (JPP) merupakan kloning dari pohon
jati plus/elite yang memiliki keunggulan seperti; penambahan riap yang cepat,
batang bebas cabang tinggi, tingkat kelurusan batang yang baik (Anonim. Bina
Edisi September 2005).
Rata-rata diameter 4,28 cm dan tinggi 4,85 m dari Jati Perhutani Plus yang
dibudidayakan pada lahan milik dengan skala luasan yang kecil belum dapat
dikatagorikan dalam pertumbuhan lambat atau cepat karena dari studi pustaka
Jati Perhutani Plus memberi rekomendasi bahwa pada saat penjarangan pertama
umur 5 tahun sudah mencapai diameter 10 – 13 cm dan sampai masak tebang umur 20
tahun dengan diameter 20 – 30 cm. (Anonim. Bina Edisi September 2005).
Hasil pengamatan di lapangan
menunjukan adanya indikasi kondisi perbandingan antara diamater dan tinggi yang
kurang ideal karena secara fisik pertumbuhan dari JPP cenderung tidak tegak
(doyong). Pertumbuhan yang tidak tegak ini dimungkinkan adanya riap tinggi yang
relatif lebih cepat dibandingkan dengan riap diameter padahal jarak tanam yang
dipakai 2,5 x 3 m. Pertumbuhan tinggi bisa diperlambat dan pertumbuhan diameter
dipercepat dengan cara memperlebar
jarak tanam.
Kesimpulan
Berbagai upaya untuk memperdek daur dari tanaman jati sudah dilakukan dan
sudah ada hasilnya dengan berbagai merek dagang. Upaya ini juga sudah mulai
mendapat respon dari petani dengan membudidayakan jati pada lahan milik
meskipun belum ada kepastian akan pertumbuhan dan hasil akhir.
Hasil pengamatan dan pengukuran yang dilakukan pada JPP umur 2 tahun
diperoleh diameter terbesar 6,37 cm dengan rata-rata 4,28 cm dan ketinggian tertinggi 6,5 m dengan rata-rata
4,85 m. Pencapaian diameter dan tinggi ini secara fisik di lapangan
menunjukan pertumbuhan JPP relatif tidak
tegak (condong).