INVESTASI POHON JATI - investasi pohon

Blog investasi pohon - Blog yang menguraikan mengenai pohon/kayu dalam kerangka hutan rakyat dengan berbagai hal mulai dari investasi, produksi dan pemasaran serta kelembagaannya

Post Top Ad

Saturday, May 9, 2015

INVESTASI POHON JATI

STUDI PERTUMBUHAN AWAL
JATI PERHUTANI PLUS (JPP) PADA LAHAN MILIK
(Studi Kasus di Boyolali)

Pendahuluan
Pohon Jati (Tectona Grandis) merupakan salah satu jenis kayu yang mempunyai banyak kelebihan sehingga menjadi salah satu pohon unggulan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Kelebihan kayu jati diantaranya mempunyai nilai dekoratif bagus, mempunyai kelas awet I dan kelas kuat II dengan beras berat jenis 0,7 sehingga dapat digunakan untuk konstruksi bangunan, meubel, lantai, papan dinding, bantalan, tiang listrik dan telepon, perkapalan, ukiran/kerajinan tangan dan finir mewah (Manual Kehutanan. 1992).
Namun demikian, kelebihan tersebut diperoleh dalam kurun waktu lama karena jati daurnya 40 – 60 th, mengingat pertumbuhan dari tanaman jati relatif lambat. Kondisi ini sering kali menjadi alasan kurangnya respon petani untuk membudidayakannya pada lahan milik.
Karena nilai ekonominya yang tinggi mendorong banyak pihak baik swasta maupun pemerintah untuk membuat terobosan guna memperoleh pohon jati dengan daur yang pendek. Berbagai upaya tersebut sudah menghasilkan berbagai  nama/istilah dagang dari pohon jati yaitu jati emas, jati super dan salah satunya adalah Jati Perhutani Plus (JPP).
Jati Perhutani Plus adalah bibit jati yang dihasilkan secara vegetatif dari biji kebun benih kloning (KBK) maupun vegetatif dengan teknologi kultur jaringan yang dikenal dengan istilah kloning (Anonim. Bina Edisi September 2005).
Dalam perkembangannya JPP sudah dikenal dan dibudidayakan sejak  tahun 1995 di wilayah Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, Unit II Jawa Timur dan Unit III Jawa Barat dan Banten. Dalam skala tanaman rakyat (luasan sempit) JPP sudah mulai mendapat respon dari petani dengan dibudidayakannya pada lahan milik meskipun belum ada jaminan akan pertumbuhan dan hasil akhir. Oleh karena itu studi ini mencoba memaparkan hasil dari pertumbuhan JPP dalam skala tanaman rakyat.

 Kondisi Umum Lokasi Penelitian.
Kegiatan penelitian dilaksanakan di Desa Sempu Kecamatan Andong Kabupaten Boyolali pada lahan milik dengan luas petak contoh 825 m2 . Lokasi tanam terdapat pada kelerengan 3 – 10%, tinggi tempat 165 m dpl, curah hujan 2.165 mm/th (Profil Desa Sempu. 2005).

Metodologi                                                            
Sampel pohon diperoleh menggunakan sistematik sampling berselang 2 (dua) dengan pohon pertama dipilih secara sengaja dari pinggir barisan tanaman. Parameter yang diukur adalah diameter, tinggi dan volume dihitung dengan rumus ¼ x D2 x T (D : Diameter, T : Tinggi)

Hasil dan Pembahasan
Studi dilaksanakan pada Jati Perhutani Plus yang dibudidayakan pada lahan milik berumur 2 (dua) tahun dengan uraian sebagai berikut;

A.  Bibit
Bibit berasal dari persemaian berumur 3 (tiga) bulan dengan tinggi 20 – 30 cm.
B.  Pola Tanam dan Pemeliharaan.
Penanaman jati dilaksanakan pada bulan Nopember 2003 dengan sistem tumpangsari. Pada tahun pertama dan kedua ditumpangsarikan dengan komoditi yang relatif sama yaitu kacang tanah + jagung + singkong.
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan khusus untuk tanaman jati hanya pada saat penanaman yaitu dengan pemupukan sebanyak 0,5 kg/batang (pupuk kandang). Kegiatan pemeliharaan tahun pertama dan kedua dilaksanakan bersamaan dengan tanaman tumpangsarinya.

C.  Hasil Pengukuran
Hasil pengukuran terhadap diameter dan tinggi dengan intensitas sampling 38% hasilnya sebagai berikut;

Tabel 1 ; Hasil Pengukuran Diameter dan Tinggi
No
Keliling
(cm)
Diameter
(cm)
Tinggi
(m)
Volume
(m3)
No
Keliling
(cm)
Diameter
(cm)
Tinggi
(m)
Volume
(m3)
1.
8
2,55
3
0,0015
21.
17
5,41
6,2
0,0143
2.
11
3,50
4,5
0,0043
22.
12
3,82
4,5
0,0052
3.
16
5,10
5,5
0,0112
23.
15
4,78
5,5
0,0099
4.
12
3,82
4
0,0046
24.
7
2,23
5
0,0020
5.
12
3,82
4,5
0,0052
25.
19
6,05
7
0,0201
6.
8
2,55
2,5
0,0013
26.
17
5,41
6,3
0,0145
7.
12
3,82
4
0,0046
27.
10
3,18
3,5
0,0028
8.
15
4,78
5,5
0,0099
28.
9
2,87
3
0,0019
9.
12
3,82
4,3
0,0049
29.
17
5,41
5,5
0,0127
10.
15
4,78
6
0,0108
30.
17
5,41
6,3
0,0145
11.
16
5,10
6,2
0,0126
31.
12
3,82
4,5
0,0052
12.
18
5,73
5,7
0,0147
32.
15
4,78
6,2
0,0111
13.
9
2,87
3,5
0,0023
33.
12
3,82
4
0,0046
14.
10
3,18
3,5
0,0028
34.
8
2,55
3
0,0015
15.
18
5,73
6,2
0,0160
35.
10
3,18
3,5
0,0028
16.
20
6,37
6,3
0,0201
36.
15
4,78
5
0,0090
17.
16
5,10
4
0,0082
37.
14
4,46
5
0,0078
18.
18
5,73
6,5
0,0168
38.
6
1,91
2,5
0,0007
19.
17
5,41
6,2
0,0143





20.
16
5,10
6
0,0122












Jumlah
511
162,65
184,4
0,3186











Rata-rata
13,45
4,28
4,853
0,008

Dari hasil pengukuran sebagaimana disajikan dalam tabel 1, menunjukan bahwa keliling terbesar 20 cm (diameter 6,37 cm) dan terkecil 6 cm (diameter 1,91 cm) dengan ketinggian tertinggi 6,5 m dan terendah 2,5 m. Pencapaian diameter 6,37 cm dan tinggi 6,5 m didukung oleh kondisi biofisik yang cocok untuk Jati Perhutani Plus yaitu curah hujan 1.200 – 2.500 mm/th, temperatur 19 – 360 C, ketinggian 0 – 700 m dpl pada berbagai jenis tanah dapat tumbuh asalkan tidak tergenang air dengan PH 5 – 8 (Anonim, Bina Edisi September 2005)

Memperhatikan tabel 1, diperoleh hasil rata-rata diameter 4,28 cm dan tinggi 4,85 m. Rata-rata pencapaian diameter dan tinggi untuk tanaman umur 2 tahun ada korelasinya dengan beberapa sifat unggul dari JPP dibandingkan dengan bibit lainnya karena Jati Perhutani Plus (JPP) merupakan kloning dari pohon jati plus/elite yang memiliki keunggulan seperti; penambahan riap yang cepat, batang bebas cabang tinggi, tingkat kelurusan batang yang baik (Anonim. Bina Edisi September 2005).

Rata-rata diameter 4,28 cm dan tinggi 4,85 m dari Jati Perhutani Plus yang dibudidayakan pada lahan milik dengan skala luasan yang kecil belum dapat dikatagorikan dalam pertumbuhan lambat atau cepat karena dari studi pustaka Jati Perhutani Plus memberi rekomendasi bahwa pada saat penjarangan pertama umur 5 tahun sudah mencapai diameter 10 – 13 cm dan sampai masak tebang umur 20 tahun dengan diameter 20 – 30 cm. (Anonim. Bina Edisi September 2005).

Hasil  pengamatan di lapangan menunjukan adanya indikasi kondisi perbandingan antara diamater dan tinggi yang kurang ideal karena secara fisik pertumbuhan dari JPP cenderung tidak tegak (doyong). Pertumbuhan yang tidak tegak ini dimungkinkan adanya riap tinggi yang relatif lebih cepat dibandingkan dengan riap diameter padahal jarak tanam yang dipakai 2,5 x 3 m. Pertumbuhan tinggi bisa diperlambat dan pertumbuhan diameter dipercepat dengan cara    memperlebar jarak tanam.

Kesimpulan
Berbagai upaya untuk memperdek daur dari tanaman jati sudah dilakukan dan sudah ada hasilnya dengan berbagai merek dagang. Upaya ini juga sudah mulai mendapat respon dari petani dengan membudidayakan jati pada lahan milik meskipun belum ada kepastian akan pertumbuhan dan hasil akhir.

Hasil pengamatan dan pengukuran yang dilakukan pada JPP umur 2 tahun diperoleh diameter terbesar 6,37 cm dengan rata-rata 4,28 cm dan  ketinggian tertinggi 6,5 m dengan rata-rata 4,85 m. Pencapaian diameter dan tinggi ini secara fisik di lapangan menunjukan  pertumbuhan JPP relatif tidak tegak (condong). 

Post Top Ad

Your Ad Spot