Jaminan pasar
untuk kayu rakyat di Jawa Barat sangat prospektif mengingat tingkat permintaan
kayu terus meningkat yang tidak dapat dipenuhi dari produksi hutan negara. Produksi
kayu yang berasal dari kawasan hutan produksi sebesar 350.000 m3/tahun
tidak dapat memenuhi kebutuhan industri kayu di Jawa Barat sebesar 5,3 juta m3/tahun.
Untuk memenuhi kekurangan tersebut maka dipasok kayu yang berasal dari hutan
milik/hutan rakyat sebesar 3 juta m3/tahun, sedangkan sisa
kekurangannya berasal dari luar Jawa (Suherman.2008). Tingginya tingkat
permintaan kayu di Jawa Barat karena
berkembangnya sektor industri pengolahan kayu yang tercatat sebanyak 110
industri pengolahan hasil hutan hutan berbagai bentuk moulding, playwood, wood
working dan sebanyak 2.571 unit penggergajian kayu. Sebaran penggergajian kayu
disajikan dalam tabel 1 berikut;
Tabel 1 ; Jumlah dan Sebaran
Penggergajian di Jawa Barat.
No
|
Kabupaten
|
Penggergajian
|
|
|
|
Unit
|
Produksi (m3)
|
1.
|
Bogor
|
141
|
219.680
|
2.
|
Cianjur
|
154
|
212.104
|
3.
|
Subang
|
208
|
521
|
4.
|
Tasikmalaya
|
238
|
270.496
|
5.
|
Ciamis
|
538
|
268.944
|
6.
|
Cirebon
|
907
|
102.641
|
7.
|
Kuningan
|
46
|
11.200
|
8.
|
Indramayu
|
152
|
7.732
|
9.
|
Kota
Tasikmalaya
|
179
|
888
|
10.
|
Kota Banjar
|
8
|
29.300
|
11.
|
Kota Sukabumi
|
6
|
8.400
|
|
Jumlah
|
2.571
|
1.131.906
|
Sumber : Dinas Kehutanan Propinsi Jawa Barat, 2006
Tingkat kebutuhan kayu berbagai
industri dan penggergajian kayu seperti tabel diatas menjadi salah satu
komponen dalam menghitung tingkat kebutuhan kayu secara nasional. Kebutuhan kayu nasional
saat ini diperkirakan mencapai 22 juta m3 per tahun, sedangkan pasokannya hanya
10-11 juta m3 (Winarno. 2008). Hutan rakyat sudah mampu memproduksi kayu rata-rata 6 juta
meter kubik per tahun yang seluruh produksi kayu rakyat habis terserap pasar.
Kayu rakyat berkontribusi sedikitnya 30 persen dari 19 juta meter kubik
produksi kayu di luar JPT tahun 2008.
Sebagai gambaran tingkat
kebutuhan kayu bahwa jumlah industri pengolahan berdasarkan ijin yang ada
sejumlah 1.881 unit, sebagian besar berupa sawmill, yaitu sebanyak 1.618 unit
dengan kebutuhan bahan baku 22,09 juta m3 per tahun. Sedangkan
plymill 107 unit, kebutuhan bahan baku 18,87 juta m3 per tahun,
pulpmill 6 unit, kebutuhan bahan baku 17,91 juta m3 per tahun, dan
lain-lain sebanyak 150 unit dengan kebutuhan bahan baku 4,61 juta m3
per tahun. Berdasarkan ijin usaha yang telah diterbitkan tersebut
kebutuhan bahan baku yang dibutuhkan per tahun mencapai 63, 48 juta m3,
sedangkan kemampuan produksi kayu bulat rata-rata per tahun sebesar 22, 8 juta
m3, yang bersumber dari hutan alam, hutan tanaman, hutan rakyat, dan
sumber lain. Hal ini mengakibatkan terjadi kesenjangan kebutuhan bahan
baku sebesar 40,60 juta m3 per tahun (Antara News, 2005 dalam
Wijayanto 2006).