Aspek pemasaran
memegang peranan yang sangat penting dan menjadi ujung dari semua proses.
Kenyataan di lapangan petani pada umumnya dihadapkan pada masalah kebutuhan
yang mendesak dan seringkali tanaman kayu menjadi andalan guna mengatasinya
sehingga muncul istilah ”daur butuh” . Kondisi tersebut
memposisikan petani pada posisi yang lemah karena pada kenyataannya penjualan
kayu dilaksanakan dengan sistem borongan kepada bandar. Penjualan kayu yang
dilaksanakan oleh petani dengan sistem borongan ke bandar ada beberapa alasan
yang melatarbelakanginya yaitu;
(1) tidak
menanggung biaya pemanenan/penebangan, (2) tidak perlu mengeluarkan biaya
pemasaran karena biaya penebangan, pembagian batang, pengangkutan dan pemasaran
menjadi tanggungan pedagang pengepul, (3) tidak ikut mananggung biaya kerusakan
kayu/penyusutan yang dikarenakan kayu tidak memenuhi persyaratan pasar, (4)
bisa memanfaatkan sisa-sisa tebangan yang tidak diambil pedagang pengepul
sebagai kayu bakar, sisa daun dapat sebagai makanan ternak maupun pupuk hijau.
Meskipun
demikian secara hitungan ekonomi sebenarnya petani sangat dirugikan dengan
sistem penjualan borongan karena disamping nilai tawar di petani rendah total
volume kayu sebagai dasar penentuan harga, petani tidak mengetahui dan hanya
berdasarkan jumlah pohon. Fenomena penjualan kayu yang sangat merugikan petani
tersebut sudah berjalan sejak dulu dan belum ada campur tangan pemerintah untuk
mencari jalan keluar guna meminimalisir kerugian di tingkat petani. Kebijakan
yang sudah dikeluarkan dan diimplementasikan di lapangan masih sebatas surat
ijin penebangan dan surat keterangan jalan bukti legalitas kayu.
Ada beberapa
langkah yang dapat dilaksanakan guna mengurangi tingkat kerugian petani
diantaranya;
1. Sosialisasi
penghitungan volume kayu.
Langkah ini dilakukan untuk meminimalisir kerugian petani baik penjualan
sistem borongan maupun per pohon. Pengetahuan tentang volume kayu ditingkat
petani diharapkan dapat meningkatkan nilai tawar pada saat bertransaksi.
Sosialisasi penghitungan volume kayu terlebih dahulu dilaksanakan ditingkat
penyuluh untuk menyamakan presepsi dan tehnik penghitungan kayu yang benar
karena disinyalir cara penghitungan volume kayu yang benar belum dikuasai oleh
semua penyuluh dengan didapati kasus di lapangan penghitungan diameter
dilaksanakan sejauh jangkauan tangan.
Penyuluh sebagai ujung tombak di lapangan yang paling dekat dengan petani
harus mesosialisasikan tehnik penghitungan volume ke tingkat petani sehingga
petani mempunyai wawasan yang seragam tentang volume kayu yang akhirnya dapat
beradu tawar dengan pembeli/bandar.
2. Sosialisasi
tentang pasaran harga yang kontinyu.
Informasi harga juga sangat dibutuhkan ditingkat petani yang domisilinya
relatif jauh dari perkotaan dengan harapan dapat dijadikan sebagai dasar harga
yang akan ditawarkan ke pembeli sehingga tingkat kerugian di petani dapat
dihindari.
Dua langkah tersebut sebagai gambaran sederhana
yang tidak memerluakan biaya besar adapun untuk menstabilkan harga campur
tangan pemerintah sangat diperlukan yang mungkin dapat ditempuh dengan
kebijakan pelarangan mengimpor kayu dari luar daerah selama stok bahan baku di
daerah setempat masih mencukupi. Rangsangan berupa perhargaan atau reward dari
pemerintah kepada petani atau penyuluh yang berhasil menjaga kelestarian hutan
rakyat dapat dilaksanakan untuk menarik perhatian masyarakat yang lain agar
terdorong menjaga keberlangsungan hutan rakyat yang akhirnya stok kebutuhan
bahan baku industri didaerah tersebut tetap terjaga dan harga dapat stabil