Oleh :
Suyarno
ABSTRAK
Mahoni
adalah salah satu komoditi pengisi hutan rakyat yang popular dibudidayakan oleh
masyarakat selain jati dan sengon. Perkembangan dan keberadaan mahoni di hutan
rakyat semakin penting seiiring dengan peran pentingnya hutan rakyat dalam
memenuhi kebutuhan kayu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui angka
bentuk pohon mahoni di hutan rakyat. Penelitian dilakukan di dua lokasi yaitu
Desa Bangun Harja dan Desa Karya Mukti di Kabupaten Ciamis. Penelitian
dilakukan pada tahun 2014 terhadap 23 sampel pohon mahoni yang dipilih secara
sengaja. Angka bentuk dihitung dengan membandingkan antara volume kayu pada
diameter dbh (setinggi dada/130 cm) dengan volume kayu hasil penjumlahan dari
volume semua seksi/bagian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka bentuk
terbesar 0,87 dan yang terkecil 0,39, rata-rata angka bentuk pohon mahoni
sebesar 0,70. Hasil penelitian angka bentuk mahoni rata-rata sebesar 0,70 dapat
dijadikan sebagai salah satu faktor dalam penghitungan volume kayu pada tegakan
mahoni di hutan rakyat yang berdiameter
< 30 cm, dengan harapan dapat membantu proses jual beli kayu sehingga
tidak merugikan petani sebagai penjual kayu.
Kata kunci :
Hutan rakyat, Mahoni (Swietenia
macrophylla) dan Angka Bentuk
I.PENDAHULUAN
Secara regional dalam
skala provinsi keberadaan hutan rakyat dengan segala komoditinya mempunyai
peranan yang penting dalam memenuhi kebutuhan kayu. Di Jawa Barat potensi hutan
rakyat pada tahun 2012 seluas 271.802,83 ha terutama berada di Kabupaten
Tasikmalaya, Ciamis dan Sukabumi dengan jenis tanaman yang dominan adalah
sengon, jati, mahoni dan suren (Dishut Provinsi Jawa Barat, 2012). Produksi
kayu yang dihasilkan dari hutan rakyat di Jawa Barat sangat fluktuatif baik
dari segi luas maupun produksi kayu. Produksi kayu dari hutan rakyat di Jawa
Barat pada tahun 2012 sebesar 2.642.497,70 m3 yang tersebar di
seluruh wilayah administrasi di Provinsi Jawa Barat. Produksi kayu hutan rakyat
di Jawa Barat yang menempati urutan 4 besar yaitu Kabupaten Tasikmalaya sebesar
386.440,17 m3, Kabupaten Sukabumi sebesar 385.194,48 m3,
Kabupaten Cianjur sebesar 348.853,22 m3 dan Kabupaten Ciamis sebesar 276.476,36 m3 (Dishut Provinsi Jawa Barat, 2012).
Mahoni sebagai salah
satu komoditi pengisi hutan rakyat yang popular dibudidayakan oleh masyarakat
selain jati dan sengon. Mahoni sebagai tanaman pengisi hutan rakyat
dibudidayakan secara campuran oleh masyarakat pada umumnya dan monokultur oleh
sebagian kecil masyarakat petani. Perkembangan dan keberadaan mahoni di hutan
rakyat semakin penting seiiring dengan peran pentingnya hutan rakyat dalam
memenuhi kebutuhan kayu. Hutan rakyat di Jawa seluas 2.799.184 ha memasok 40%
dari kebutuhan nasional, dimana kebutuhan nasional bahan baku mencapai 43 juta
m3/th (Antara News, dalam D.
Mulyana et al., 2010).
Saat ini prospek pengembangan dan
budidaya hutan rakyat masih sangat terbuka dan sangat potensial. Kondisi ini digambarkan
oleh pertumbuhan jumlah unit usaha penggergajian rata-rata 20%/tahun. Sementara
hal ini tidak diikuti oleh perkembangan hutan rakyat. Kondisi ini mengakibatkan
banyak pengusaha penggergajian semakin pro aktif memenuhi kebutuhan kayunya
dari masyarakat, yang menyebabkan terjadinya perubahan perilaku pasar, dimana
pada awalnya saat akan menjual kayu petani mendatangi perusahaan penggergajian,
saat ini pengusaha penggergajian yang mendatangi pemilik atau penjual kayu.
Fenomena ini sangat menguntungkan di tingkat petani penjual kayu. Akan tetapi
karena keterbatasan informasi pasar dan pengetahuan petani mengenai
penghitungan volume kayu, menyebabkan kerugian petani pemilik kayu pada saat
penjualan kayu. Penghitungan volume kayu yang umum dilaksanakan adalah melalui
perkalian antara luas bidang dasar (diameter setinggi dada/tinggi batang 130
cm) dengan tinggi pohon, tetapi bandar pembeli biasanya penghitungan volume
kayu dengan melakukan pengukuran keliling setinggi mungkin dari pangkal pohon.
Pengukuran keliling pohon setinggi mungkin dari pangkal pohon diterapkan oleh
bandar pembeli dengan tujuan untuk mengurangi tingkat kerugian bandar dalam
penghitungan volume kayu. Kondisi ini terjadi karena penghitungan volume tersebut
bukan merupakan volume riil dari batang kayu karena secara umum pertumbuhan
batang itu semakin mengicil ke ujung atas (taper). Sementara kondisi tanaman
pada hutan rakyat biasanya memiliki keadaan tegakan menurut jenis, tempat
tumbuh dan lingkungan yang beragam. Hal ini menyebabkan bentuk batang setiap
jenis pohon juga akan berbeda menurut jenis dan lokasinya. Oleh karena itu
penghitungan angka bentuk mahoni di Kabupaten Ciamis sangat diperlukan untuk
mengetahui dan membantu petani dan bandar dalam penghitungan taksiran volume
kayu pada saat akan dilaksanakan penjualan, sehingga dapat mengurangi kerugian
di tingkat petani.
II.METODOLOGI
A.Lokasi
dan Waktu Penelitian
Penelitian angka bentuk
mahoni dilakukan di dua desa yang dipilih secara sengaja yakni di Desa Bangun
Harja Kecamatan Cisaga dan Desa Karya Mukti Kecamatan Banjarsari Kab.
Ciamis.
Pemilihan lokasi
penelitian didasarkan pada ketinggian tempat yaitu dataran rendah (Desa Bangun
Harja) dan dataran tinggi (Desa Karya Mukti).
Penelitian dilaksanakan
pada tahun 2014, dengan mengambil sampel tegakan mahoni yang dibudidayakan
secara tumpangsari dengan tanaman palawija.
B.Bahan
dan Alat Penelitian
Bahan dan peralatan untuk kegiatan penelitian adalah
tegakan hutan rakyat mahoni, pitameter untuk mengukur keliling pohon/batang,
meteran untuk mengukur panjang batang, parang dan sabit untuk membersihkan
lahan, chain show untuk menebang
pohon dan memotong batang, kamera untuk dokumentasi, tallysheet sebagai blangko pencatatan dan alat tulis menulis.
C.Pengumpulan
Data
Pengumpulan data dilaksanakan terhadap
23 pohon mahoni yang dipilih secara sengaja,
meliputi 3 komponen/unsur yaitu;
1.
Diameter pohon berdiri.
Penghitungan
diameter pohon berdiri dilaksanakan dengan cara mengukur keliling batang pohon setinggi
130 cm dari permukaan tanah (dbh).
2.
Diameter batang per seksi
Pengukuran diameter batang
per seksi dilaksanakan setelah pohon ditebang, yaitu dengan cara mengukur
keliling batang pangkal dan ujung dirata-ratakan pada setiap seksinya. Panjang
setiap seksi antara 0,5 s/d 2 m.
Gambar
1. Pembagian seksi batang
3.
Pengukuran panjang batang
Pengkuran
pangjang batang dilakukan dengan cara mengukur dengan meteran pada batang bebas
cabang pada saat pohon sudah rebah.
D.Analisa
Data
1.
Diameter pohon berdiri :
Diameter
= keliling (dbh) /Ï€
2.
Diameter batang per seksi :
Diameter Pangkal (keliling pangkal /Ï€) +
Diameter Ujung (keliling ujung /Ï€)
2
3.
Volume Batang (Silinder)
Penghitungan volume
silinder kayu yang digunakan adalah :
V = B X H
B = ¼ Ï€ D2 (D: diameter setinggi
dada/130 cm)
H = panjang bebas cabang
4.
Volume batang per seksi (volume riil
seluruh batang)
Penghitungan volume batang perseksi
dilakukan dengan menggunakan rumus Brereton yaitu menggunakan diameter yang
merupakan rata-rata diameter pangkal dan ujung untuk menghitung LBDS.
Volume Total : Volume seksi 1 + Vol
seksi 2 + Vol seksi 3 dst
V seksi 1 = (1/4 π)((b+s)/2)2)
L
b : diameter pangkal
log (cm/100)
s : diameter ujung log
(cm/100)
L : panjang log
5.
Penghitungan Angka Bentuk :
f = Jumlah Volume Batang per seksi
Volume silender batang
f : angka bentuk rata rata dari seluruh
sampel penelitian
III.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Angka bentuk adalah perbandingan
atau rasio volume batang yang sebenarnya (riil) dengan volume silinder yang
memiliki tinggi atau panjang sama. Bentuk batang adalah salah satu komponen
penentu volume pohon. Bentuk batang diantaranya dapat digambarkan oleh angka
bentuk dan taper. Berdasarkan diameter yang digunakan untuk menghitung volume
silindernya, angka bentuk dibedakan atas (Muhdin, 2003 dalam Susila, 2009) :
1.
Angka bentuk mutlak adalah angka bentuk
dimana volume silindernya menggunakan luas bidang dasar (lbds) berdasarkan
diameter pada pangkal batang.
2.
Angka bentuk buatan adalah angka bentuk
dimana volume silidernya menggunakan lbds berdasarkan dbh.
3.
Angka bentuk normal angka bentuk dimana
volume silindernya menggunakan lbds berdasarkan diameter pada ketinggian 1/10
tinggi pohon.
Gambar 2. Ilustrasi gambar angka bentuk
Angka
bentuk mahoni yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah angka bentuk buatan
yaitu angka bentuk dimana volume silindernya menggunakan LBDS berdasarkan dbh
(tinggi setinggi dada/130 cm). Hasil pengumpulan data yang dilaksanakan
terhadap tegakan mahoni yang dipilih secara sengaja sebanyak 15 pohon di Desa
Bangun Harja dan 8 pohon di Desa Karya Mukti, besaran diameter pada dbh (setinggi dada/130
cm) disajikan dalam Tabel 1 berikut;
Tabel
1. Sebaran diameter dbh
No
|
Diameter (cm)
|
Jumlah Pohon
|
Keterangan
|
1.
|
5,0
– 10,0
|
2
|
A1
|
2.
|
10,1
– 15,0
|
4
|
A1
|
3.
|
15,1
– 20,0
|
6
|
A1
|
4.
|
20,1
– 25,0
|
9
|
A2
|
5.
|
25,1
– 30,0
|
2
|
A2
|
Berdasarkan Tabel 1
tersebut menunjukkan bahwa sampel pohon mahoni termasuk dalam katagori A1
(10-20 cm) sebanyak 12 pohon dan A2 (20,1 – 30 cm) sebanyak 11 pohon. Pemilihan
kelas diameter pohon mahoni A1 dan A2 tersebut dilaksanakan dengan pendekatan
bahwa secara umum petani menjual kayu mahoni dari hutan rakyat pada kisaran
diameter < 30 cm. Potensi Pohon mahoni berdiameter besar > 30 cm di hutan
rakyat populasinya sangat sedikit sehingga tidak menjadi pilihan dalam
pelaksanaan kegiatan penelitian. Mahoni berdiameter besar (> 30 cm) pada
umumnya berada di kawasan hutan Negara yang dikelola oleh Perum Perhutani.
Pembagian/pemotongan
batang dari 23 pohon sampel dilaksanakan menjadi batang log yang pendek yang
dalam penelitian ini disebut seksi. Pembagian seksi berdasarkan tingkat
kelurusan batang yang disesuaikan dengan tingkat kebutuhan pasar terhadap kayu
mahoni, karena pada umumnya bandar akan melaksanakan pemotongan batang mahoni
disesuaikan dengan kebutuhan pasar yang ada. Sebaran pembagian jumlah seksi per
pohon mahoni disajikan dalam Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Sebaran pembagian jumlah seksi
No
|
Jumlah seksi dalam satu batang pohon
|
Jumlah pohon
|
1
|
8
|
2
|
2
|
7
|
2
|
3
|
6
|
3
|
4
|
5
|
10
|
5
|
4
|
4
|
6
|
3
|
2
|
Pembagian seksi
sebagaimana Tabel 2 tersebut menunjukkan bahwa jumlah pembagian seksi pada
setiap batang tidak sama, berkisar paling sedikit 3 seksi dan paling banyak 8
seksi. Panjang setiap seksi disesuaikan dengan kondisi batang pohon itu sendiri
yaitu pada saat batang lurus maka maksimal panjang seksinya 2 m dan pada saat
batang itu bengkok maka dicari titik terlurusnya sehingga terdapat panjang
seksi yang hanya 0,32 m. Panjang maksimal seksi 2 m itu disebabkan oleh faktor
tingkat kebutuhan pasar dari kayu mahoni dan kemudahan dalam pengangkutan kayu
terutama dari kebun ke pinggir jalan.
Dari 23 pohon sampel yang ditebang, sebaran
panjang seksi dan jumlah batangnya disajikan dalam Tabel 3 berikut.
Tabel 3. Sebaran panjang seksi dan jumlah
batangnya
No
|
Panjang Seksi (m)
|
Jumlah Batang
|
1
|
2,0
|
23
|
2
|
1,8
|
1
|
3
|
1,5
|
27
|
4
|
1,3
|
2
|
5
|
1,2
|
31
|
6
|
1,0
|
25
|
7
|
0,95
|
5
|
8
|
0,80
|
2
|
9
|
0,74
|
1
|
10
|
0,50
|
2
|
11
|
0,32
|
1
|
Jumlah
|
128
|
Tabel 3 tersebut
memperlihatkan bahwa jumlah seksi yang panjangnya < 1 m sangat sedikit, hal
ini menunjukkan bahwa pohon sampel
secara umum batangnya lurus. Panjang seksi dibuat pendek karena faktor batang
kayu yang bengkok diambil titik lurusnya untuk mengurangi bias pada saat
pengukuran panjang dari batang tersebut.
Berdasarkan hasil
pengolahan data terhadap 23 pohon sampel mahoni terhadap volume silinder (lbds
pada dbh) dan volume total setiap batang berdasarkan penjumlahan dari seksi
maka diperoleh angka bentuk mahoni pada hutan rakyat dari setiap pohon sampel.
Hasil pengolahan data angka bentuk pada setiap pohon disajikan dalam Tabel 4
berikut.
Tabel 4. Angka bentuk 23 sampel pohon mahoni
NO
|
Volume Berdiri/Silinder
|
Volume Total Seksi/Bagian
|
Angka
|
|||||
Pohon
|
Diameter
|
Panjang
|
Volume
|
Jmlh Seksi
|
Rata-Rata
|
Panjang
|
Volume Riil
|
Bentuk
|
dbh (m)
|
(m)
|
(m3)
|
/Bagian
|
Diameter (m)
|
(m)
|
(m3)
|
||
1.
|
0,213
|
8,1
|
0,2895
|
6
|
0,163
|
8,1
|
0,2012
|
0,69
|
2.
|
0,182
|
8,0
|
0,2069
|
5
|
0,144
|
8,0
|
0,1344
|
0,65
|
3.
|
0,283
|
7,4
|
0,4667
|
5
|
0,231
|
7,4
|
0,3467
|
0,74
|
4.
|
0,245
|
5,9
|
0,2785
|
4
|
0,209
|
5,9
|
0,2204
|
0,79
|
5.
|
0,217
|
6,9
|
0,2522
|
5
|
0,175
|
6,9
|
0,1853
|
0,73
|
6.
|
0,197
|
6,5
|
0,1989
|
5
|
0,171
|
6,5
|
0,1685
|
0,85
|
7.
|
0,169
|
7,4
|
0,1651
|
6
|
0,137
|
7,4
|
0,1188
|
0,72
|
8.
|
0,220
|
6,0
|
0,2274
|
4
|
0,175
|
6,0
|
0,1666
|
0,73
|
9.
|
0,131
|
4,3
|
0,0581
|
4
|
0,117
|
4,3
|
0,0505
|
0,87
|
10.
|
0,105
|
5,7
|
0,0492
|
5
|
0,078
|
5,7
|
0,0297
|
0,60
|
11.
|
0,127
|
5,7
|
0,0724
|
7
|
0,062
|
5,7
|
0,0340
|
0,47
|
12.
|
0,086
|
5,6
|
0,0322
|
5
|
0,077
|
5,6
|
0,0274
|
0,85
|
13.
|
0,153
|
4,5
|
0,0829
|
8
|
0,060
|
4,5
|
0,0321
|
0,39
|
14.
|
0,076
|
5,0
|
0,0228
|
5
|
0,064
|
5,0
|
0,0171
|
0,75
|
15.
|
0,239
|
5,7
|
0,2557
|
7
|
0,110
|
5,7
|
0,1111
|
0,43
|
16.
|
0,226
|
6,5
|
0,2609
|
6
|
0,153
|
6,5
|
0,1756
|
0,67
|
17.
|
0,191
|
4,5
|
0,1290
|
3
|
0,175
|
4,5
|
0,1103
|
0,86
|
18.
|
0,150
|
5,8
|
0,1020
|
3
|
0,132
|
5,8
|
0,0817
|
0,80
|
19.
|
0,252
|
6,5
|
0,3230
|
4
|
0,225
|
6,5
|
0,2694
|
0,83
|
20.
|
0,239
|
6,5
|
0,2911
|
8
|
0,096
|
6,5
|
0,1288
|
0,44
|
21.
|
0,239
|
8,5
|
0,3807
|
5
|
0,180
|
8,5
|
0,2491
|
0,65
|
22.
|
0,217
|
7,5
|
0,2761
|
5
|
0,178
|
7,5
|
0,2052
|
0,74
|
23.
|
0,170
|
7,6
|
0,1732
|
5
|
0,146
|
7,6
|
0,1389
|
0,80
|
Jml
|
4,326
|
4,594
|
3,2580
|
3,202
|
16,08
|
|||
Rata2
|
0,188106
|
0,19976
|
0,1417
|
0,13924
|
0,70
|
Hasil pengolahan data
sebagaimana Tabel 4 tersebut diperoleh hasil angka bentuk terbesar dari diameter
pohon silinder sebesar 13,1 cm dan rata – rata diameter dari seksi sebesar 11,7
cm. Faktor perbedaan besarnya diameter ini sebagai bukti bahwa secara umum
pertumbuhan batang itu semakin mengecil ke ujung atas (taper). Faktor bentuk
terkecil diperoleh dari diameter dbh sebesar 15,3 cm dan rata – rata diameter
seksi sebesar 6,0 cm. Perbedaan perbandingan diameter dari setiap pohon pada 23
pohon sampel menunjukkan bahwa tingkat kesilinderan pohon itu sangat berbeda
satu dengan yang lainnya pada jenis pohon yang sama, sehingga dari sebuah pohon
dapat diperoleh angka bentuk dan
diameter yang bervariasi. Berdasarkan data tersebut maka ditetapkan diameter
setinggi dada atau dbh sebagai standar pengukuran diameter batang. Terdapat tiga
alasan mengapa dimeter diukur pada ketinggian setinggi dada yaitu (1) alasan
kepraktisan dan kenyamanan saat mengukur, (2) rata-rata bebas dari pengaruh
banir, (3). dbh pada umumnya memiliki hubungan yang cukup erat dengan
perubah-peubah (dimensi) pohon lainnya (Susila, 2009).
Angka bentuk mahoni sebagaimana Tabel 4 mempunyai
nilai terbesar adalah 0,87 dan yang terkecil adalah 0,39. Dari 23 pohon sampel
mohoni jika dirata –ratakan maka angka bentuk pohon mahoni di hutan rakyat di
Kab. Ciamis sebesar. 0,70 yang dapat dijadikan sebagai salah satu faktor dalam
penghitungan volume pohon mahoni. Siswanto dan Suyat 2006 dalam Susila, 2009)
menyebutkan bahwa banyak hasil penelitian menunjukkan angka bentuk batang
berkisar antara 0,50 – 0,60.
Hasil
penelitian yang menunjukan bahwa angka bentuk mahoni di hutan rakyat di
Kabupaten Ciamis rata-rata sebesar 0,70, diharapkan dapat membantu proses jual
beli kayu sehingga tidak merugikan petani sebagai penjual kayu.
IV.
PENUTUP
A.Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian ini, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.
Angka bentuk mahoni yang dihasilkan
dalam penelitian ini berlaku untuk pohon mahoni berdiameter < 30 cm, sesuai
dengan potensi secara umum mahoni di hutan rakyat di Kab. Ciamis, karena untuk
mahoni berdiameter besar (> 30 cm) potensinya sedikit dan biasanya hanya
terdapat dalam kawasan hutan.
2.
Pembagian seksi dalam satu batang pohon
tergantung dari tingkat kelurusan batang, semakin lurus suatu batang jumlah seksinya
semakin sedikit.
3.
Angka bentuk mahoni dari 23 sampel
mempunyai nilai terbesar 0,87 dan terkecil 0,39 ini menggambarkan bahwa dalam
satu jenis tanaman mempunyai tingkat kesilindrisan yang beragam.
4.
Angka bentuk yang diambil datanya dari 2
desa yang berbeda menggambarkan bahwa faktor tempat kurang mempengaruhi
terhadap besar kecilnya angka bentuk.
5.
Rata-rata angka bentuk yang dihasilkan
dari 23 pohon mahoni pada 2 desa mempunyai nilai 0,70, kiranya dapat dijadikan
sebagai salah satu faktor dalam penghitungan volume kayu mahoni di hutan rakyat
di Kab. Ciamis baik oleh petani sebagai penjual maupun bandar kayu sebagai
pembeli.
B.Saran
1. Angka
bentuk mahoni di hutan rakyat di Kabupaten Ciamis sebesar 0,70 kiranya dapat
dijadikan sebagai salah satu faktor dalam penghitungan volume kayu pada semua
tegakan mahoni di hutan rakyat yang berdiameter
< 30 cm.
2. Angka
bentuk mahoni sebesar 0,70 dapat digunakan oleh bandar sebagai pembeli dan oleh
petani sebagai penjual kayu dengan
harapan dapat mengurangi tingkat kerugian pada saat proses jual beli kayu.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
2016. Yang Dimaksud Angka Bentuk Mahoni. http://vansaka.blogspot.co.id/2010/03/yang-dimaksud-dengan-angka-bentuk-pada.html,
diakses tgl. 26 Februari 2016
Anonim.
2016. Bentuk Batang. http://srimuliyani.blogspot.co.id/2014/04/bentuk-batang.html,
diakses tgl 26 Februari 2016
Dinas
Kehutanan Prov. Jawa Barat. 2012 Profil Kehutanan Provinsi Jawa Barat. Bandung
Karim
AA. 2016. Kajian Faktor Bentuk Pohon Lima Jenis Rimba Campuran di HPH PT. Aya
Yayang Indonesia, Kalimatan Selatan. Tesis. Universitas Lambung Mangkurat.
Banjarbaru. https://a2karim99.wordpress.com/k-a-r-y-a/karya-ilmiah/kajian-faktor-bantuk/,
diakses tgl. 26 Februari 2016
Mulyana
D. dan Ceng Asmarahmah. 2010. Satu Menanam Kayu Investasi Jangka Panjang. PT.
AgroMedia Pustaka. Jakarta. http://books.google.co.id,
diakses tgl 26 Februari 2016
Susila,
IWW. 2009. Pendugaan Volume Pohon Berdiri Jenis Sengon (Parasireanthes falcataria) Pada Hutan Rakyat di Suter
Kintamani, Tesis. Universitas Udayana. Bali